Ketika mulut atau perkataan tidak bisa membantumu untuk mengungkapkan perasaanmu. Kemudian air matalah yang kadang membantumu bicara. Air mata yang jatuh itu mewakili apa yang kau rasakan. sedih, senang, haru dan yang lainnya.
Aku wanita kuat, aku bukan wanita lemah, aku tak kan pernah menangis lagi, ini yang terakhir, dan sudah cukup aku jatuh seperti ini, tak mau lagi aku berharap padamu, saatnya membiarkan semuanya pergi.
Aku selalu berharap dari kata-kata itu. Pengharapan itu ku tumpahkan dalam setiap perkataan dalam hatiku. Sepi disini rasanya. Kalian yang tau rasanya,pasti tau dan pandai sekali menghayati arti sebuah kesepian. Seperti tidak ada yang bisa menghetikan luka yang sedang meresap ini. Sebagus dan seindah-indahnya kata-kata bijak pun, seperti tidak membantu.
Berkali-kali ku ingin menyerah, menghentikan luka yang semakin menyebar. Berpikir jernih untuk mengambil hikmah dari setiap yang terjadi. Seperti orang bijak aku mengambil kesimpulanku sendiri. Tak disangka memang,rasa itu masih terlalu kuat.
Berkali-kali kubilang ini yang terakhir, aku tak kan menangis lagi untuk mu. Kugerakan bibir ini, mencoba untuk terlihat indah dengan senyuman di sela-sela air mata. Agar terlihat seperti pelangi, aku memainkan peranku seindah mungkin. Tapi, kemudian aku terdiam, dengan pandangan kosong. Dan lagi-lagi menangis..
Berkali-kali kubilang aku tak mau berharap lagi padamu. Tapi,kadang janjimu membuatku haru,dan meragu untuk benar melupakan mu. Kau memainkan peran mudah dalam hidupku. Kau bisa pergi dan datang sesuka hatimu,mengucap janji sesuka dan semaumu,tanpa berpikir aku mengartikan itu lebih dalam hidupku, tapi kau? Tak lebih menganggap itu hanya sebuah permainan kata-kata. Kau bilang itu dulu,tapi aku masih..
Berkali-kali kubilang, sudah cukup aku merasakan ini, saatnya membiarkan segalanya lepas dan pergi. Tak pantas lah ku tuk menuntut lagi. Saatnya melepaskan sesuatu yang bukan milik kita, di dunia ini tidak hanya ada satu,atau dua orang penghuni. Bukan hanya aku yang merasakan sakit hati ataupun menderita seperti ini. Harusnya aku melihat orang lain. Mungkin aku adalah seorang yang lebihberuntung. Tapi? Lagi-lagi aku berlaku lemah.
Aku terbiasa, tampil seperti orang kuat. Beradu akting dengan perasaan ku, sekiranya takperlu aku bercerita jika tak ada yang bisa mengertikan ini. Aku bermain tebak, siapa diantara aku dan diriku yang lain yang akan menang dalam sandiwara ini. Aku yang kuat menang. untuk sesaat. Dan air mata lagi-lagi menjadi sahabatku diantara kesepian ini.
Aku lelah, menjadi seorang yang lemah. Dan aku lelah menjadi selalu yang menangis. Adakah yang ingin menggantikan peranku? Pasti mereka saling bersautan ‘tidak’.
Namun Tuhan mengilhamiku lewat alamnya. Apa ini? Apa yang akan berubah jika aku tidak berubah. Perlahan aku harus temukan kekuatan itu. Meski kelihatanya merangkak, tapi setidaknya aku bergerak.
Aku begini karna tanpa disadari akulah yang membiarkan diriku selalu seperti ini. Bagaimana kata bijak tidak bekerja,kalau diriku pun menutup untuk menerima setiap kebaikan dari luar. Benar, ini adalah tentang diriku dan tergantung aku. Aku mau, iya aku mau melupakan segalanya. Aku.. rindu menjadi pribadi yang ceria, rindu dengan tertawa lepasku. Tuhanku, iya benar Kau tau melebihi apa yang aku tahu..
0 komentar:
Posting Komentar